Pada
suatu ketika di Hari Raya Idul Fitri, sufi Ibn al-Wardi bertemu dengan
sekelompok orang yang sedang tertawa terbahak-bahak. Melihat pemandangan itu,
Ibn al-Wardi menggerutu sendiri. Katanya, ''Kalau mereka memperoleh
pengampunan, apakah dengan cara itu mereka bersyukur kepada Allah, dan kalau
mereka tidak memperoleh pengampunan, apakah mereka tidak takut azab dan siksa
Allah?''
Kritik
Ibn al-Wardi ini memperlihatkan sikap kebanyakan kaum sufi. Pada umumnya mereka
tidak suka bersenang-senang dan tertawa ria. Mereka lebih suka menangis dan
tepekur mengingat Allah. Bagi kaum sufi, tertawa ria merupakan perbuatan
tercela yang harus dijauhi, karena perbuatan tersebut dianggap dapat
menimbulkan ghaflah, yaitu lalai dari mengingat Allah.