Oleh Indah Prihanande
Ketika dukungan manusia tidak kita dapatkan, pun untuk
secuil kata motivasi. ketika diri
membutuhkan kata penyemangat dan teman
berbagi untuk menegakan pijakan kaki, yang terkadang terasa kurang
kokoh dalam mengarungi dakwah dengan segala macam tanggung jawab dalam
menjalankan berbagai peran sekaligus. Dia, sebagai seorang ibu dari
empat orang anak yang tengah menjalani kehamilan yang kelima dan juga
beliau sebagai seorang anggota legislative daerah yang mewakili partai
dakwah Islam, plus sebagai seorang bidan dan juga mahasisiwi di sebuah
perguruan tinggi.
Semua itu tidak pernah dibayangkannya sebelumnya. Awalnya dia hanya
seorang ibu tiga anak dan berprofesi sebagai bidan di desanya. Keaktifan
dia disebuah partai diniatkannya untuk bisa eksis membangun umat.
Interaksinya sebagai bidan dan sikap lembutnya dalam setiap menangani
pasien telah mengantarkannya sebagai sosok bidan yang dikenal sangat
baik oleh lingkungannya. Bukan hanya ditempat dia tinggal, namun juga
sampai ke desa-desa lain yang cukup jauh. Dia tidak segan untuk datang
jam berapapun pasien memanggil. Dia juga akan membantu pasien sampai
tuntas. Tak jarang pasien yang harus ditangani di rumah sakit,
diantarkannya bersama suaminya menggunakan mobil pribadi mereka. Mereka
jugalah yang memberikan uang muka sebagai jaminan di RS tersebut jika
pasien yang mereka antar tidak mampu untuk membayar. Sering juga kain,
popok dan celana anaknya diberikan kepada pasien yang memang tidak
membawa apa–apa ketika datang untuk melahirkan. Jangan tanya untuk harga
jasa yang dipasangnya dalam proses membantu kelahiran. Semuanya
terserah pasien.
Maka, ketika kesempatan menjadi caleg menghampirinya, dia jalankan
kesempatan itu dengan suatu kesungguhan yang tidak main–main. Jika Allah
mengizinkan, dia ingin menorehkan suatu catatan amal kebaikan yang
ingin dia sumbangkan untuk umat, karena kemungkinan ide dan suaranya
didengar pemerintah akan lebih terbuka.
Ketika itu kehamilannya berusia 4 bulan. Tugas sebagai bidan yang tak
kenal waktu, kesibukan sebagai ibu dan ibu yang sedang menjalani
kehamilan, juga amanat yang dipikulnya sebagai seorang caleg dapat
dijalaninya dengan baik. Tak lama setelah kelahiran anak yang ke empat,
Allah memberikan amanah baru, dia pun terpilih menjadi anggota
legislative.
Kini, setelah setahun lebih menjadi anggota dewan, diputuskannya
untuk meneruskan pendidikannya untuk menambah pengetahuannya sebagai
seorang bidan. Jika dia pergi keluar daerah, anak–anak selalu dibawanya
pula. Kadang saya begitu iri melihat gerakannya yang amat produktif itu.
Shalat tahajud, puasa Senin Kamis, belum acaranya dalam mengisi ceramah
di lingkungannya seolah jelas dia mempunyai ketahanan fisik dan mental
yang lebih dari yang lain.
Tanpa diduga dan direnencanakannya, sekarang ketika anak keempatnya baru berusia 1 tahun, dia hamil lagi. Semua di luar dugaan. Kuliah sudah dimulai, rasanya tidak mungkin untuk dibatalkan. Di saat demikian, teman – teman seperjuangan dalam dakwah agak kecewa walaupun tidak tersirat jelas. Tidak ada dukungan moril yang menguatkannya untuk menapaki jejak langkah di tengah beban tugas yang berhimpit.
Ketegarannyanya dalam setiap kegiatan, keteguhannya dalam bersikap
adalah cerminan manusia yang kokoh dalam mengemban tugas dakwah. Akan
tetapi dia juga sebagai manusia, sebagai wanita yang lebih sensitif
dalam menyikapi kejadian.
Ketika lama saya tidak bertemu, saya mencoba untuk menghubunginya
lewat telepon. Dia berterus terang bahwa dia tengah membutuhkan motivasi
dari sesama rekan, beratnya medan dakwah yang diembannya bukanlah suatu
masalah, tetapi hatinya pun butuh bicara, dia butuh semangat yang
ekstra untuk menjalani ini semua. Bukan, bukan ingin berkeluh kesah, dia
hanya ingin bicara, ingin mengungkapkan kekhawatirannya dalam mengemban
amanah ini. Khawatir tentang pendidikan anak nya, khawatir tentang
kehamilannya. Saya mendengarkan dengan sepenuh perhatian, mencoba
menyelami dari sisi keibuan. Saya turut merasakan kegelisahannya.
Kemudian saya sebagai seorang yang awam, yang malah terbiasa
berkonsultasi untuk meminta nasehatnya, mencoba memberikan kata–kata.
Saya mengatakan bahwa “Allah sudah mempunyai skenario, takdir sedang
berjalan, Allah telah mengatur semuanya dengan amat sempurna. Kehamilan
ini adalah anugerah.
Mungkin melalui perhitungan kita sebagai manusia, kita menduga akan berat menjalani semua itu, tapi Allah maha kuasa dalam setiap perhitunganNya, Dia maha tahu apa yang terbaik bagi hambanya. Insya Allah semuanya akan bisa dilewati dengan baik. Bukankah selama ini mbak bisa melewati berbagai terjalnya masalah dengan baik?”
Mungkin melalui perhitungan kita sebagai manusia, kita menduga akan berat menjalani semua itu, tapi Allah maha kuasa dalam setiap perhitunganNya, Dia maha tahu apa yang terbaik bagi hambanya. Insya Allah semuanya akan bisa dilewati dengan baik. Bukankah selama ini mbak bisa melewati berbagai terjalnya masalah dengan baik?”
Agak lama kami bicara, ada kelegaan dari nada bicaranya. Dia berterima kasih pagi ini atas motivasi untuknya.
Motivasi? Saya tercenung, padahal barusan saya tidak melakukan apapun. Saya hanya mendengarkan dia berbicara dan sedikit memberikan semangat untuknya. Ini sudah biasa saya lakukan untuk rekan di kantor. Namun memang saya tidak pernah melakukanhal yang sama untuknya. Malah lebih sering saya hanya meminta saran dan jawaban atas setiap permasalahan saya. Saya merasa tidak punya kapasitas untuk memberikan beliau semacam kata–kata penyemangat.
Egois sekali saya, di latar belakangi dari pola pikir yang salah
tersebut, saya justeru telah mengabaikan makna silaturahmi dari sisi
yang tidak pernah terfikirkan. Saya tadi hanya berniat silaturahmi
“alakadarnya” ingin menanyakan kabar, sedikit bercerita dan alurnya
adalah seperti rutinitas biasa. Ternyata tidak demikian, betapa
pembicaraan yang sederhana itu mempunyai arti dan makna yang teramat
dalam bagi yang tengah membutuhkan untuk didengar. Ternyata hanya dengan
mendengar dan berbagi kata, bisa membuat beliau merasa “hidup” kembali.
Ternyata juga satu hikmah yang saya dapatkan, saya jangan hanya bisa
meminta, sesekali saya harus berbagi, harus belajar memberi walaupun
hanya sekadar kata. Jika kata itu bisa membawa kebaikan bagi kita,
kenapa tidak?
Sumber : http://www.eramuslim.com/oase-iman/berbagi-kata.htm
0 komentar:
Posting Komentar