Rohis Tazakka SMK Negeri 1 Bantul

"Fi Thoriqil Islami Jihaduna"

Assalamu'alaikum

Perkenalkan, kami dari Rohis Tazakka SMKN 1 Bantul mempersembahkan sebuah blog yang bertujuan untuk media penyampaikan informasi kegiatan, dakwah dan juga sebagai media mempererat ukhuwah di berbagai kalangan, khususnya pelajar.

Berikut profil singkat kami

Rohis Tazakka SMKN 1 Bantul merupakan suatu organisasi di bawah OSIS sekbid Ketaqwaan. Pada awal pembentukannya, nama Takmir Musholla Ath Tholibin lah yang dipilih menjadi nama organisasi ini sebelum berubah nama menjadi Rohis Tazakka. Nama Tazakka diambil dari QS Al A'la ayat 14 yang berarti membersihkan diri. Hingga saat ini sudah ada 13 generasi yang telah mengabdikan diri bersama Rohis Tazakka.

Perjuangan dakwah tidak akan terhenti apabila sudah menjadi alumni. Ini dikarenakan Rohis Tazakka memiliki organisasi khusus alumni Rohis yang bernama FORMASSKA ( Forum Alumni Rohis SKANSABA ) yang masih terus aktif dan membantu para pejuang muda Rohis SMK Negeri 1 Bantul.

Rohis Tazakka mempunyai jargon Fii Thoriqil Islami Jahadna yang artinya Di Jalan Islam Kami Berjuang. Organisasi ini mempunyai visi mewujudkan warga SMK yang cerdas dan berakhlak mulia, sedangan misinya ialah berjuang dengan niat karena Allah swt.

Info lebih lanjut hubungi kami di
Facebook : Rohis Tazakka
Twitter : @Rohis_Tazakka
Instagram : @rohistazakka

Milikilah Sifat Malu


          Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al-Anshari Al-Badri rodhiyallohu ‘anhu Dia berkata: Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Sesungguhnya sebagian ajaran yang masih dikenal umat manusia dari perkataan para nabi terdahulu adalah: ‘Bila kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu.” (HR Bukhari)
Malu, Ajaran Para Nabi Yang Tak Pernah Sirna
Ajaran para nabi, sejak nabi pertama hingga nabi terakhir, ada yang sudah sirna dan ada yang tidak. Di antara ajaran yang tidak pernah sirna adalah rasa malu. Hal ini menunjukkan bahwa rasa malu memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama. Oleh karena itu harus mendapat perhatian yang mendalam.
Jika Tak Punya Rasa Malu Berbuatlah Sesukamu!
Ulama berbeda pendapat dalam memahami sabda Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam: “berbuatlah sesukamu”, sebagian memahami sebagai perintah dan sebagian yang lain memahami bukan sebagai perintah. Ulama yang memahami sebagai perintah, menjelaskan bahwa jika sesuatu yang hendak diperbuat tidak mendatangkan rasa malu maka lakukanlah sesuai dengan yang diinginkan. Dan ulama yang memahami bukan sebagai perintah, ada dua penjelasan yaitu:
  1. Maknanya sebagai ancaman. Ancaman bagi yang tidak memiliki rasa malu yang berbuat memperturutkan hawa nafsunya.
  2. Maknanya sebagai berita. Memberitakan barang siapa yang tidak memiliki rasa malu pasti akan berbuat sesuka hatinya.
Semua pendapat di atas memiliki kemungkinan benar

Lanjutkan Membaca..

Ikhlas


Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’” (Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits)[1]
Kedudukan Hadits
Materi hadits pertama ini merupakan pokok agama. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada Tiga hadits yang merupakan poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan hadits Nu’man bin Basyir.” Perkataan Imam Ahmad rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahwa perbuatan seorang mukallaf bertumpu pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Inilah halal dan haram. Dan diantara halal dan haram tersebut ada yang mustabihat (hadits Nu’man bin Basyir). Untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dibutuhkan niat yang benar (hadits Úmar), dan harus sesuai dengan tuntunan syariát (hadits Aísyah).

Setiap Amal Tergantung Niatnya
Diterima atau tidaknya dan sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya. Demikian juga setiap orang berhak mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya dalam beramal. Dan yang dimaksud dengan amal disini adalah semua yang berasal dari seorang hamba baik berupa perkataan, perbuatan maupun keyakinan hati.

Fungsi Niat
Niat memiliki 2 fungsi:
1. Jika niat berkaitan dengan sasaran suatu amal (ma’bud), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal kebiasaan.
2. Jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.

Pengaruh Niat yang Salah Terhadap Amal Ibadah
Jika para ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:

1. Niat sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah niat yang dipakai oleh fuqoha’.
2. Niat sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan istilah lain: Ikhlas.
Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:

a. Jika niatnya salah sejak awal, maka ibadah tersebut batal.
b. Jika kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada 2 keadaan:
- Jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
- Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.

c. Senang untuk dipuji setelah amal selesai, maka tidak membatalkan amal.
Beribadah dengan Tujuan Dunia
Pada dasarnya amal ibadah hanya diniatkan untuk meraih kenikmatan akhirat. Namun terkadang diperbolehkan beramal dengan niat untuk tujuan dunia disamping berniat untuk tujuan akhirat, dengan syarat apabila syariát menyebutkan adanya pahala dunia bagi amalan tersebut. Amal yang tidak tercampur niat untuk mendapatkan dunia memiliki pahala yang lebih sempurna dibandingkan dengan amal yang disertai niat duniawi.

Hijrah
Makna hijrah secara syariát adalah meninggalkan sesuatu demi Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah artinya mencari sesuatu yang ada disisi-Nya, dan demi Rasul-Nya artinya ittiba’ dan senang terhadap tuntunan Rasul-Nya.

Bentuk-bentuk Hijrah:
1. Meninggalkan negeri syirik menuju negeri tauhid.
2. meninggalkan negeri bidáh menuju negeri sunnah.
3. Meninggalkan negeri penuh maksiat menuju negeri yang sedikit kemaksiatan.

Ketiga bentuk hijrah tersebut adalah pengaruh dari makna hijrah.

Lanjutkan Membaca..